Definisi dan Dasar Hukum Asuransi Konvensional


Definisi dan Dasar Hukum Asuransi Konvensional
Sebelum menyebutkan dasar hukum asuransi konvensional, patut dipahami lebih dahulu tentang aoa itu Asuransi. Asuransi merupakan serapan dari kata assurantie (Belanda), atau assurance/insurance (Inggris). Secara sederhana asuransi berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu obyek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Mengenai definisi asuransi secara baku dapat dilacak dari peraturan perundang-undangan dan beberapa buku yang berkaitan dengan asuransi. Wirjono Prodojikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesai memaknai asuransi sebagai suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.

Sedangkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pada Pasal 246 memberikan penjelasan tentang definisi asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian yang tidak diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.

Definisi asuransi juga dapat dilihat dari Undang-Undang No.40 tahun 2014 tentang Perasuransian pada Ketentuan Umum Pasal 1 yang menyebutkan bahwa Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
  1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
  2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Berdasarkan definisi dari KUHD dan Undang-Undang No. 40 tahun 2014 tersebut, maka dalam asuransi terkandung empat unsur yaitu:
  1. Pihak peserta (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur.
  2. Pihak penanggung (insurer) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kepada pihak peserta, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tidak tentu.
  3. Suatu peristiwa (accident) yang tidak tentu (yang tidak diketahui sebelumnya)
  4. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tidak tentu.
Dasar Hukum Asuransi Konvensional

Dalam konteks bernegara Indonesia ketentuan mengenai lembaga pertanggungan (asuransi) telah diatur sejak sebelum kemerdekaan yaitu dalam Burgerlijk Wetboek (BW) atau yang lebih dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Kemudian secara khusus mengenai pertanggungan diatur dalam KUHD, yang berarti ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata sebagai ketentuan umum dapat berlaku bagi KUHD sebagai ketentuan khusus, selama oleh ketentuan yang terakhir itu belum diatur sebaliknya.

Ketentuan-ketentuan dalam KUHD akan selalu menjadi dasar suatu perjanjian asuransi apabila tidak diatur secara khusus dalam perjanjian asuransi itu sendiri. Dalam Pasal 1774 KUHPerdata pertanggungan atau asuransi termasuk dalam kategori perjanjian untung-untungan. Secara lengkap dalam pasal ini disebutkan bahwa suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun sementara pihak bergantung kepada kejadian yang belum tentu. Demikian adalah perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian, dan pertaruhan.5

Dalam KUHD yang berlaku di Indonesia peraturan-peraturan yang menjadi dasar hukum asuransi termuat dalam Buku I Bab ke-9 dan 10 dan Buku II Bab ke-9 dan 10 dengan perincian sebagai berikut:
  1. Buku I Bab ke-9 mengatur asuransi kerugian pada umumnya (pasal 246-286 KUHD). Melihat pada pasal 247 KUHD yang disebutkan bahwa beberapa jenis asuransi yaitu asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian, asuransi jiwa, serta asuransi pengengkutan laut, darat, dan sungai. Akan tetapi dalam prakteknya, jenis-jenis asuransi yang ada lebih banyak dibandingkan dengan jenis-jenis yang disebutkan dalam pasal 247 KUHD. Pasal 247 KUHD itu secara yuridis adalah tidak membatasi atau menghalangi timbulnya jenis-jenis pertanggungan lain menurut kebutuhan masyarakat.Dengan demikian para pihak dapat juga memperjanjikan adanya pertanggungan dalam bentuk lain. Jadi timbulnya jenis-jenis baru di bidang asuransi memang tidak dilarang oleh undang-undang. Hal ini karena berdasarkan pasal 247 KUHD tersebut di atas, dibuka kemungkinan untuk lahirnya asuransi-asuransi
  2. Buku I Bab ke-10 bagian pertama mengatur asuransi bahaya kebakaran (pasal 287-298 KUHD), bagian kedua mengatur asuransi bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian di sawah (pasal 299-301 KUHD) dan bagian ketiga mengatur asuransi jiwa (pasal 302-308 KUHD).
  3. Buku II Bab ke-9 bagian pertama mengatur bentuk dan isi asuransi (pasal 592-618 KUHD). Bagian kedua mengatur perkiraan barang-barang yang diasuransikan (pasal 619-623 KUHD). Bagian ketiga mengatur awal dan akhir bahaya (pasal 624-634 KUHD). Bagian keempat mangatur hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam asuransi (pasal 635-662 KUHD). Bagian kelima mengatur Abandon (melepas hak milik atas barang yang diasuransikan) (pasal 663-680 KUHD) dan bagian keenam mengatur kewajiba-kewajiban dan hak-hak makelar di dalam asuransi laut (681-685 KUHD).
  4. Buku II Bab ke-10 tentang asuransi bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai-sungai (pasal 686-690 KUHD).

Kemudian peraturan perundang-undangan mengenai asuransi secara khusus diatur dalam undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang No. 40 tahun 2014 tentang usaha perasuransian, dilanjutkan dengan Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992. Pada tahun 1999 Pemerintah mengeluarkan peraturan lagi yaitu Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992 yang menggantikan sebagian ketentuan Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992.

Perubahan kedua diberlakukan melalui Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 2008 tentang perubahan kedua Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992. Terakhir pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2009 tentang perubahan ketiga Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992. Masing-masing peraturan pemerintah tersebut di atas diikuti berbagai Keputusan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Keuangan dan berbagai keputusan di bawahnya yang semuanya menjadi peraturan pelaksanaan pengelolaan, pembinaan dan pengawasan bisnis asuransi Indonesia.

Demikianlah definisi dan dasar hukum asuransi konvensional. Nampak bahwa definisi asuransi dalam Undang-Undang No.40 tahun 2014 lebih luas jika dibandingkan dengan definisi asuransi yang ada dalam KUHD. Dalam Pasal 246 telah secara eksplisit hanya melingkupi asuransi kerugian. Sedangkan dalam Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-Undang No. 40 tahun 2014 telah melingkupi asuransi kerugian sekaligus juga asuransi jiwa. (Baca pula: Daftar Asuransi Terbaik di Indonesia 2017)